Assalamu’alaikum warahmaatulahi wabarokatuh.
Ananda yang tersayang…
Aku tuliskan
Nak, menjadi ayah itu indah dan mulia. Besar kecemaasan saat menanti kelahiranmu dulu belum hilang hingga saat ini. Kecemasan yang indah, karena didasari sebuah cinta. Sebuah cinta yang telah terasa ketika yang dicintai belum sekalipun ku temui…
Nak, menjadi ayah itu mulia. Bacalah sejarah nabi-nabi dan rosul dan temukanlah betapa nasihat yang terbaik itu dicatat dari dialog seorang ayah dengan anaknya.
Meskipun demikian, ketahuilah Nak, menjadi ayah itu berat dan sulit. Tapi ku akui, betapa sepanjang masa kehadiranmu di sisiku, aku seperti menemui keberadaanku, makna keberadaanmu, dan makna tugas kebapakanku terhadapmu. Sepanjaang masa keberadaanmu adalah masa terindah dan paling aku banggakan didepan siapapun. Bahkan di hadapan tuhan ketika aku duduk berdua berhadapan denganNya. Hingga saat usia senja ini.
Nak, saat pertama kali engkau hadir, kucium, kupeluk engkau sebagai sebuah cintaku dan ibumu. Sebagai bukti bahwa aku dan ibumu tak lagi terpisah oleh apapun jua. Tapi seiring waktu, ketika engkau suatu kali telah mampu mengatakan “tidak”, timbul kesadaranku siapa engkau sesungguhnya. Engkau bukan miliku, atau milik Ibumu, Nak. Engkau lahir bukan karena cintaku dan Ibumu. Engkau adalah milik Allah saja. Tak ada hakku menuntut pengabdianmu kepadaku. Karena pengabdianmu semata-mata seharusnya hanya sebatas seperlunya saja. Karena pengabdianmu seharusnya hanya untukNya.
Nak, sedih, pedih dan terhempas rasanya menyadari siapa sebenarnya aku dan siapa engkau. dan dalam waktu yang panjang, di malam-malam yang sepi, kusesali kesalahanku itu sepenuh air mata dihadapan tuhan. Syukurlah penyesalanku itu mencerahkanku.
Sejak saat itu Nak, satu-satunya usahaku adalah mendekatkanmu pada pemilikmu yang sebenarnya. Melakukan segala sesuatu yang senantiasa membuatmu berusaha memenuhi keinginan pemilikmu. Melakukan segala sesuatu karenanya, bukan karena aku dan Ibumu. Tugasku bukan membuatmu di kagumi orang lain, tapi agar engkau dikagumi dan di cintai Allah.
Inilah usaha terberatku Nak, karena artinya aku harus dahulu memberi contoh padamu untuk dekat dengan Allah. Keinginanku harus lebih dahulu sesuai dengan keinginan Allah. Agar pengalamanmu mendekatiNYa tak terlalu sulit.
Kemudian kitapun memulai pelajaran itu berdua. Tak pernah engkau ku hindarkan dari kerikil tajam dan lumpur hitam. Aku hanya menggenggam jemarimu dan merapatkan jiwa kita satu sama lain agar dapat ku rasakan perjalanan rohaniah yang sebenarnya.
Saat engkau mengeluh letih berjalan, ku kuatkan engkau karena memang tak boleh berhenti. Perjalanan mengenal Allah tak kenal letih dan berhenti. Inilah kata-kataku tiap kali memeluk dan menghapus air matamu, ketika engkau hampir putus asa.
Akhinya Nak, kalau nanti kita semua manusia sikumpulkan di hadapan Allah, dan kudapati jarak amat jauh dariNYa. Aku akan ikhlas karena seperti itulah aku di dunia. Tapi, kalau aku berharap, aku ingin saat itu aku melihatmu dekat dengan Allah. Aku bangga Nak, karena itulah bukti bahwa semua titipan bisa kita kembalikan kepasa Pemiliknya.
Dari ayah yang senantiasa merindukanmu.
(Abu Umaar basyir, “keajaiban cinta”. Hal 92. rumah zikir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar